PERAWANGPOS -- Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan tertutup dengan para pegiat media sosial di Istana (24/08). Sayang, yang diundang hanya aktivis sosmed yang selama ini dikenal "pro" dengan Jokowi. Di antaranya, Ulin Yusron, dan Chico Hakim.
Pakar komunikasi dari UIN Syarif Hidayatullah, Edy A Effendi, menyoal pertemuan Jokowi dengan pegiat sosmed yang 'sekubu' itu.
Menurut Edy, tak seharusnya Jokowi dalam kapasitas sebagai Presiden mengumpulkan pegiat sosmed pro. Seharusnya cukup Seskab Pramono Anung. "Bukan kelas Pak @jokowi mengumpulkan pegiat sosmed yang pro dia. Seharusnya cukup di level Mas @pramonoanung. Beri arahan dinamika sosmed," tulis Edy di akun Twitter @eae18.
Tak hanya itu, Edy menilai, secara adab memalukan jika seorang presiden harus turun tangan memberi arahan kepada pegiat sosmed.
"Secara adab, tentu memalukan seorang presiden, harus turun tangan beri arahan ke para pegiat sosmed. Maqom presiden bukan di level ini. Kelas presiden tentu bicara pada kebijakan-kebijakan makro. Kemudian diturunkan pada kebijakan mikro oleh para menterinya @jokowi," tegas @eae18.
Edy bahkan mengingatkan, kebiasaan Jokowi mengumpulkan pegiat sosmed yang pro, akan menurunkan kelas dan derajatnya sebagai presiden. "Kebiasaan Pak @jokowi mengumpulkan pegiat sosmed, yang pro dia, menurunkan kelas dan derajatnya sebagai presiden. Tak elok," tulis @eae18.
Di sisi lain, Edy juga mengingatkan, jika Jokowi melakukan kebiasaan mengumpulkan pegiat sosmed yang pro Jokowi, maka perlawanan justru akan lebih gencar. "Pak @jokowi lupa, perlawanan di sosmed akan lebih gencar jika Pak Jokowi melakukan kebiasaan mengumpulkan para pegiat sosmed," tegas @eae18.
Edy pun menyimpulkan: "Pak @jokowi sering blunder menabur kebijakannya. Itu semua bermuara pada kemampuan kepemimpinannya. Kelas dia, memang bukan kelas presiden."
Sumber : itoday
No comments:
Post a Comment