"Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 5 ayat (1) huruf A Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi," kata JPU KPK, Darmian dan Nurharis Arhadi di Ambon, Jumat (25/1).
Pasal 5 ayat (1) huruf A UU tipikor ini digunakan JPU sebagai dakwaan primer dan terbukti dalam persidangan, sedangkan pasal 13 UU tipikor yang dipakai sebagai dakwaan subsidair tidak terbukti unsur-unsurnya.
Tuntutan tersebut disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim tipikor Pasti Tarigan didampingi Jenny Tulak, Felix Ronny Wuisan (hakim karier) serta dua hakim adhoc tipikor masing-masing Bernard Panjaitan dan Jefry Yefta Sinaga selaku hakim anggota.
Terdakwa juga dituntut membayar denda senilai Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan.
Besaran nilai kerugian keuangan negara timbul dari kasus suap terdakwa kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ambon, La Masikamba dan Sulimin Ratmin selaku supervisor (dalam BAP terpisah).
"Ada kerugian pendapatan negara sebesar nilai yang dia berikan kepada La Masikamba dan Sulimin Ratmin sebesar Rp870 juta," ujar Darmian.
Yang memberatkan terdakwa dituntut penjara dan denda karena tidak membantu program pemerintah dalam memberantas korupsi, dan perbuatannya telah menimbulkan kerugian keuangan negara.
Sedangkan yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan dan kooperatif dalam persidangan, mengakui perbuatannya, serta belum pernah dihukum.
Pada awal 2016 lalu, terdakwa selaku pemilik Toko Angin Timur yang menjual matrial bahan bangunan dan merupakan salah satu wajib pajak di wilayah KPP Pratama Ambon menemui La Masikamba.
Kemudian pada Juni 2016, terdakwa menemui Sulimin Ratmin selaku supervisor atau pemeriksa pajak KPP Pratama Ambon menawarkan akan memberikan sejumlah uang jika Sulimin membutuhkan.
"Dalam pertemuan tersebut, terdakwa juga menyampaikan agar La Masikamba dan Sulimin Ratmin tidak mempersulit pelaporan pajak dan menetapkan jumlah kewajiban pembayaran pajak," jelas JPU.
Penetapan ini dilakukan di bawah nilai pajak sebenarnya dengan cara menerima laporan pajak terdakwa tahun 2016 sebagai laporan pajak non pengusaha kena pajak (Non-PKP), meski pun sebenarnya terdakwa merupakan pengusaha kena pajak (PKP).
Menindaklanjuti pertemuan dimaksud, pada tanggal 10 Agustus 2016 terdakwa memberikan uang kepada La Masikamba sejumlah Rp550 juta melalui rekening Bank Mandiri nomor 1520015265693 atas nama Muhammad Said yang merupakan seorang pengacara praktik.
Selain itu, terdakwa juga memberikan uang kepada La Masikamba secara tunai sejumlah Rp100 juta.
Setelah adanya pemberian uang tersebut atas pelaporan pajak terdakwa tahun 2016, La Masikamba tidak memberikan imbauan kepada terdakwa untuk membayar pajak sebagai PKP serta tidak melakukan pemeriksaan pelaporan pajak penghasilan (PPh) terdakwa tahun 2016 yang hanya berjumlah Rp44,747 juta.
Padahal seharusnya terdakwa membayar pajak melebihi jumlah tersebut karena omzet penjualannya melebihi Rp4,8 miliar.
Atas pelaporan pajak tersebut selanjutnya Dirjen Pajak melakukan analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan mengeluarkan surat nomor S-00424/PJ.04/ RIK.SIS/2018 tanggal 17 April 2018 tentang instruksi melakukan pemeriksaan khusus terhadap 13 wajib pajak di wilayah KPP Pratama Ambon, termasuk diantaranya adalah terdakwa.
Berdasarkan surat tersebut, pada tanggal 15 Agustus 2018 La Masikamba menandatangani kertas kerja pemeriksaan yang berisikan data awal dan rencana pemeriksaan yang akan dilakukan oleh tim pemeriksa.
Pada tanggal 21 Agustus 2018, terdakwa mendapatkan informasi dari Sulimin Ratmin bahwa terdakwa merupakan salah satu wajib pajak yang akan mendapat pemeriksaan khusus atas pembayaran pajak tahun 2016.
Sehingga terdakwa beberapa kali menghubungi La Masikamba dan menyampaikan kekhawatirannya diminta data-data penjualan dan rekening bank oleh pemeriksa pajak, namun La Masikamba menganjurkan terdakwa agar tidak perlu khawatir karena yang melakukan pemeriksaan adalah Sulimin Ratmin.
La Masikamba juga mengatakan tidak akan mempersulit terdakwa karena dia adalah orang yang berwenang membuat keputusan final mengenai besaran pajak yang akan dikenakan terhadap wajib pajak.
Kemudian tanggal 28 Agustus 2018, terdakwa menerima surat panggilan dari tim pemeriksa pajak untuk dilakukan pemeriksaan khusus pada tanggal 4 September 2018 berdasarkan surat perintah pemeriksaan nomor Prin-0000296/ WPJ.18//KP0105/RIK.SIS/2018 tanggal 27 Agustus 2018.
Pemeriksaan tersebut dilakukan tim pemeriksa dipimpin Sulimin selaku supervisor pemeriksa pajak.
Tanggal 29 Agustus 2018, terdakwa meminta bantuan Sulimin untuk tidak melakukan pemeriksaan secara mendalam atas laporan pajak terdakwa tahun 2016, dan atas permintaan ini Sulimin menyanggupinya dan mengarahkan terdakwa untuk memberikan data-data keuangan kepada Sulimin terlebih dahulu.
Kemudian tanggal 7 Sepetember 2018, atas permintaan terdakwa maka Sulimin memerintahkan Didat Ardimas Mustafa, Lutfi Agus Faizal, dan Rahman Triadi Putra yang merupakan tim pemeriksa pajak untuk menghitung kembali nilai kewajiban pembayaran pajak terdakwa tahun 2016 dengan menggunakan metode penghitungan PPh final satu persen.
Agar nilai pajak kurang bayar yang ditetapkan menjadi sekitar Rp1 miliar dan atas perintah Sulimin, Didat Ardimas Mustafa menyanggupinya.
Malam harinya terdakwa melaporkan kepada Sulimin bahwa Didat Ardimas bersedia untuk menghitung kembali agar hasilnya seminimal mungkin.
Laporan tersebut kemudian Sulimin meminta fee kepada terdakwa untuk La Masikamba yang berwenang menyetujui dan menandatangani hasil pemeriksaan yang akan menjadi dasar penetapan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) tahun 2016.
Tanggal 20 September 2018 terdakwa mendapat informasi dari Didat Ardimas melalui Elys Luther bahwa tim pemeriksa akan membuat nilai pajak final yang harus dibayar terdakwa sejumlah Rp1,037 miliar sampai dengan Rp1,2 miliar.
Selanjutnya terdakwa menyampaikan informasi tersebut kepada Sulimin serta membicarakan mengenai teknis pemberian "fee" kepada La Masikamba.
Kemudian pada tanggal 28 September 2018, terdakwa menelpon Sulimin dan menyatakan uang sejumlah Rp100 juta untuk Sulimin sebagai realisasi "fee" yang sudah disepakati sebelumnya.
Sulimin juga menerima fee Rp20 juta dari terdakwa untuk diberikan kepada La Masikamba.
Menurut JPU, terdakwa juga menemui La Masikamba untuk menandatangani SKPKB 2016 atas nama terdakwa, dan dia menyiapkan Rp200 juta kepada La Masikamba beserta tim pemeriksa.
Terdakwa menawarkan apakah uang Rp200 juta ini akan ditransfer ke kantor atau diambil di toko terdakwa, namun La Masikamba menyatakan akan mengambil langsung di toko. (MP-2)
No comments:
Post a Comment