Menurut Fahri, saksi kunci merupakan penentu sebuah kasus bisa berlanjut atau tidak. Jika saksi kunci hilang, ia berkata, sebuah kasus harus dihentikan.
“Katanya (Johannes) saksi kunci, kalau hilang kasusnya juga hilang dong,” ujar Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (14/8).
Kala itu KPK menurut Fahri pernah mengaku kesulitan mengungkap kasus e-KTP karena Johannes menghilang.
“Sekarang mulai bilang lagi kami tidak akan terganggu dengan hilangnya saksi kunci,” ujarnya.
Di sisi lain, Fahri menegaskan, tidak sepakat dengan penetapan Johannes sebagai saksi kunci. Pasalnya, ia menilai, KPK belum pernah memeriksa Johannes sejak kasus e-KTP begulir.
“Bagaimana bisa disebut saksi kunci padahal dia (Johannes) belum pernah diperiksa. Dan kami tidak pernah dengar signifkan apa yang dilakukan,” ujar Fahri.
Fahri mengatakan, tudingan KPK terhadap Johannes Marliem sebagai saksi kunci kasus e-KTP juga sangat tidak berdasar jika hanya terpaku pada bukti rekaman berukuran 500 gigabyte yang dimiliki Johannes.
Menurut Fahri, kepemilikan data sebesar 500 gigabyte merupakan hal yang wajar di tengah posisi Johannes sebagai pengusaha yang bergerak di bidang teknologi digital. Rekaman itu, ia meyakini, tidak sepenuhnya berkaitan dengan proyek e-KTP.
“Terang saja dia orang digital kok datanya gigabyte. Data apa, kita tidak tahu,” ujarnya.
Johannes Marliem diduga tewas bunuh diri di kediamannya di komplek perumahan Baverly Grove, Los Angeles, Amerika Serikat, Kamis (9/8).
Nama Johannes muncul dalam kasus e-KTP tak lama setelah KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka.
Ia disebut sudah aktif sejak awal dalam pertemuan dan pembahasan proyek yang merugikan negara Rp2,3 triliun itu.
Johannes Marliem merupakan Direktur Biomorf Lone LLC, Amerika Serikat. Perusahaan ini bergerak sebagai penyedia layanan teknologi biometrik dan pemasok alat pengenal sidik jari atau automated fingerprint identification system (AFIS) ke konsorsium penggarap proyek e-KTP.[cnnindonesia.com]</span>
No comments:
Post a Comment