Jakarta, Info Breaking News - Ada indikaksi penyimpangan diluar SOP yang dilakukan sejumlah oknum terkait kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau human trafficking di Sumba Barat yang disangkakan kepada Ibu Ani melalui pengacaranya, Mailim Simorangkir, SH kepada Info Breaking News di Jakarta, Rabu (3/10).
Bahwa persoalan case tuduhan TPPO terhadap klienya tersebut, dinilai banyak sekali kejanggalan. Diduga, seolah ada rekayasa yang dilakukan oknum penyidik Reskrim Polres Sumba Barat. Selain itu, maraknya pemberitaan yang dinilai tak berimbang, seakan hanya menyudutkan pihak terdakwa.
Kepada wartawan, Mailim Simorangkir, SH membeberkan persolan masalah klienya tersebut. Dimana menurutnya, diduga bahwa ada persekongkolan antara pelaku yang berinisial MN, MW dan oknum penyidik untuk melakukan pemerasan terhadap klienya.
"Klien saya, Ibu Ani ini memang benar penyalur tenaga kerja, dan memiliki ijin. Ijin yang dikantongi beliau itu untuk pekerjaan pembantu dalam negeri, bukan tenaga kerja luar negeri. Karena kalau TKI, berarti yang dikatakan kemarin tentunya ada paspor kerena berita yang berseliweran seperti itu. Nah, awalnya Ibu Ani ini, oleh pengelola penyalur Tenaga Kerja di Waikububak, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bernama MN menawarkan bahwa ada yang siap kerja. Kalau Ibu Ani, dia kan, hanya siap menerima kalau ada dari daerah yang siap bekerja," kata Simorangkir.
"Semua keperluan pekerja tersebut diurus MN dan MW. Ibu Ani itu tahunya di Jakarta beres saja. Dan biasanya secara tidak tertulis kalau mengirim tenaga kerja ada jasa dan memang gak gratis kalau mencarinya," cerita Mailim Simorangkir.
Dalam perjalanaanya, Ibu Ani dituduh sebagai TPPO. Dimana Ibu Ani ini, ditangkap dirumahnya sekitar pukul 23.00 malam di Jakarta, tanpa ada surat penangkapan. Dari seluruh perjalanan proses kejadian persoalan tersebut. Mailim juga menyampaikan ada dugaan kecurigaan mengarah kepada oknum penyidik Reskrim Sumba Barat yang seolah bermain kasus dengan mencoba mengintimidasi, menakut nakuti dan mencoba memeras. Dan saat ini, pihak sudah mengantongi alat bukti tersebut.
"Jadi sebelum mereka menangkap Ibu Ani, pengelola tenaga kerja yang di Waikububak, MN mengancam Ibu Ani dengan mengatakan bahwa Ibu Ani akan diberitakan soal TPPO disalah satu media di NTT, yang intinya MN ini meminta uang. MN meminta uang 50 juta, kalau tidak beritanya akan diupload. Anehnya yang ditangkap MN oleh Polisi Sumba Barat, tapi mencoba memeras Ibu Ani, seolah-olah yang memerintahkan Ibu Ani," beber Mailim.
Kecurigaan diatas juga saat beralasan, karena menurut Mailim penangkapan Ibu Ani,awalnya dikatakan hanya konfirmasi dengan korban, terkait dengan dugaan adanya penyiksaan yang dilakukan oleh Ibu Ani terhadap para pekerja tersebut.
"Ini kan aneh, oknum penyidik itu bilang kalau Ibu Ani juga melakukan penyiksaan, sementara para pekerja belum berangkat ke Jakarta.
Bahkan, dikatakan Mailim. Oknum penyidik tersebut juga terkesan arogan. Dimana oknum tersebut mengatakan kepada ibu Ani, "kamu gak perlu kuasa hukum. Nanti juga lawyermu diam aja," kata Mailim dari cerita Ibu Ani.
"Dalam proses BAP, Ibu Ani tidak didampingi oleh pengacara. Bahkan ada surat dari kepolisian yang menyatakan bahwa Ibu Ani pernah menolak untuk didampingi oleh lawyer. Anehnya, ada surat yang dibuat oleh kepolisian bahwa Ibu Ani meminta salah satu kuasa hukum dari LBH Pengadilan, ini saya duga seolah settingan.
Tidak sampai disitu, Mailim juga menduga, bahwa kejahatan oknum penyidik tersebut berusaha bermain kasus untuk memeras klienya.
"Klien saya ini juga sempat dibawa ke tempat karoke di NTT, disitu klien saya coba diperas. Nah kerena klien saya tidak meladeni hal tersebut. Kuat dugaan saya memang klien saya ini dicoba berbagai cara untuk diperas, mulai dari mencoba menjerat lewat penganiyaan kerja, tapi tidak dapat. Dan sekarang TPPO. Perlu diketahui, dari 20 orang yang dijadikan saksi, tidak ada satupun yang mengenal Ibu Ani, ini kan lucu, " ungkap Miliam.
Hal Senada juga disampaikan oleh pengacara Paulus Dwiyaminarta, SH, salah satu kuasa hukum terdakwa dari kasus TPPO Arnold yang juga masuk terjerat dalam kasus ini.
Sebelumnya Arnold disangkakan ikut membantu proses TPPO tenaga kerja asal Sumba Barat ini, dengan dalihmemuluskan cheik in.
"Sebagai staff, tentunya apa yang dulakukan oleh Ronald ini hal ini sudah biasa. Tapi klien saya ini dikatakan ikut terlibat. Padahal dia tidak kenal dengan yang namanya Ibu Ani. anehnya, malah oknum penyidik tersebut menyeret nama Arnold," kata Paulus Dwiyaminarta.
Tidak hanya itu, Paulus Dwiyaminarta juga menyampaikan kekecewaanya terhadap penegakan hukum di Sumba Barat. Dimana menurutnya, ada penyimpangan hukum dan penegakan HAM di Sumba Barat. Grafik kasus hukum dan HAM di Sumba Barat termasuk dalam zona merah.
"Sejauh ini, dari kasus yang saya tangani saja terkait dengan penyimpangan hukum dan penegakan HAM, pelakunya didominasi oleh oknum Polisi. Seperti Poroduka, Agustinus korban tembak paksa, dan masih banyak lainya. Karena itu tentunya, terkadang tidak jarang sekali para pencari keadilan di Sumba seolah dipersulit prosedur oleh pihak Kepolisian.
"Saya berharap agar kiranya Kapolri dapat memperhatikan secara khusus terkait penegakan hukum dan HAM di Sumba Barat-NTT ini. Kiranya dapat menegakkan supremasi hukum yang baik. Banyak masyarakat kita disini yang buta hukum, jadi wajar jadi lahan basah kasus," pungkasnya.*** Mil.
No comments:
Post a Comment