"Saya berpendapat, anak-anak keluarga dan keturunan PKI yang terlibat dalam 1965 itu tidak seyogianya mewarisi 'dosa' atau kesalahan orang tuanya. Alquran sudah menyatakan, seseorang tidak dapat mewarisi dosa orang lain," kata Din di Universitas Muhammadiyah Malang, Sabtu (23/9).
Kata Din, mereka adalah anak-anak bangsa apalagi mayoritas muslim yang baik dan taat beragama. Karena itu, harus dirangkul sebagai saudara sebangsa, bahkan seagama.
"Jadi tidak perlu, kemudian kesalahan atau tuduhan segala macam itu kita kenakan pada generasi-generasi penerus. Tapi juga jangan sampai keluarga itu berkeinginan untuk menghidupkan kembali komunisme, karena itu anti Pancasila," sambungnya.
Din juga mengingatkan, pemerintah agar bersifat adil dalam menangani 'isme-isme' yang dicurigai anti Pancasila. Pemerintah harus bergerak berdasarkan ketentuan yang berlaku.
"Jangan sampai yang terkait dengan organisasi Islam yang dianggap anti Pancasila kemudian dibubarkan. Sementara isme-isme yang lain itu, tidak perlakukan yang sama. Itu ketidakadilan yang tidak boleh terjadi," katanya.
Din juga berpesan, agar bangsa ini jangan terlalu banyak memperdebatkan sesuatu yang sudah fakta sejarah dan berkekuatan hukum. Karena masalah-masalah lain masih banyak yang harus diselesaikan.
Akibat perdebatan yang kurang menguntungkan membuat bangsa ini kehilangan fokus. Padahal banyak masalah korupsi, penyimpangan uang negara yang seolah-olah terlupakan.
"Jangan sampai melupakan yang lama, tapi juga jangan lupa masalah baru," tegasnya.
Pihaknya juga mengaku mendukung upaya rekonsiliasi yang pernah digagas sejumlah pihak beberapa tahun lalu. Karena memang anak dan keturunan para aktivis PKI yang terlibat pemberontakan 1965 tidak sepatutnya mendapatkan stigma negatif yang terus melekat.
"Saya termasuk yang mendukung (rekonsiliasi). Keluarga dan anak-anak PKI, mereka itu sebenarnya saudara-saudara kita. Jangan pula mereka dituduh, atau juga sangat manusiawi tidak mau seperti itu. Karena itu, kembalikan bangsa ini pada Pancasila di dalamnya ada agama di situ," pungkasnya. [rnd/merdeka.com]
No comments:
Post a Comment